Jumat, 23 September 2011

TUGAS KESEHATAN REPRODUKSI "PENDIDIKAN WANITA"

                                   Pendidikan
Pendidikan kesehatan merupakan upaya memberikan penjelasan kepada perorangan, kelompok atau masyarakat untuk menumbuhkan pengertian, dan kesadaran mengenai perilaku sehat atau kehidupan yang sehat.skip to main | skip to sidebar
Pendidikan, salah satu faktor yang akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat adalah pendidikan seorang ibu. Meskipun hampir semua orangtua menginginkan anak-anaknya tumbuh sehat, tetapi mereka sering tidak menyadari akibat dari apa yang mereka lakukan terhadap kesejahteraan anak-anaknya. Salah satu contoh sederhana adalah perilaku memberi bayi minum susu formula, sementara ibu tidak memiliki pengetahuan cukup mengenai manfaat ASI dan higiene akan menyebabkan bayi menderita diare akibat botol susu yang tidak bersih.
Survei Demografi di 40 negara (Engendering Development, Bank Dunia, 2001) memperlihatkan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan ibu, makin rendah angka kematian bayi. Bahkan, seorang ibu yang menyelesaikan pendidikan dasar enam tahun akan menurunkan angka kematian bayi secara signifikan dibandingkan dengan para ibu yang tidak tamat sekolah dasar. Angka kematian bayi ini bahkan semakin rendah bila para ibu menyelesaikan pendidikan menengah tingkat pertama.
Dengan demikian, karena posisi sosial perempuan-akses dan kontrol perempuan terhadap informasi, modal fisik dan tanah (pada masyarakat perdesaan)-menentukan kecerdasan, perkembangan, kesehatan, status gizi dan pendidikan seorang anak maka status perempuan juga akan menentukan prospek terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara pada jangka panjang. untuk pendidikan remaja.
Minimnya informasi kesehatan reproduksi remaja kerap terjadi penyalahgunaan fungsi seksual. Hanya mengejar kenikmatan sesaat, tidak sedikit dari mereka berani melakukan hubungan seksual. Tidak heran jika kini banyak permasalahan yang datang menyertainya, termasuk semakin beragamnya penyakit menular seksual (PMS) dan aborsi. Makalah ini akan membahas tentang pentingnya peran pendidikan kesehatan reproduksi terhadap penurunan angka aborsi. Aborsi di dunia dan di Indonesia khususnya tetap menimbulkan banyak persepsi dan bermacam interpretasi, tidak saja dari sudut pandang kesehatan, tetapi juga dari sudut pandang hukum dan agama. Pengguguran atau aborsi adalah semua tindakan atau usaha untuk menghentikan kehamilan dengan alasan apapun. Aborsi dibagi menjadi dua, yaitu aborsi spontan dan aborsi buatan. Aborsi spontan adalah aborsi yg terjadi secara alamiah tanpa adanya upaya dari luar untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Sedangkan aborsi buatan adalah aborsi yg terjadi akibat adanya upaya-upaya tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberi dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab kematian ibu yang utama adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia.
Diperkirakan diseluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kasus aborsi tidak aman, 70 ribu perempuan meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8 kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. 95% (19 dari 20 kasus aborsi tidak aman) diantaranya bahkan terjadi dinegara berkembang Di Indonesia setiap tahunnya terjadi kurang lebih 2 juta kasus aborsi, artinya 43 kasus/100 kelahiran hidup (sensus 2000). Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar (Wijono 2000). Suatu hal yang dapat kita tengarai, kematian akibat infeksi aborsi ini justru banyak terjadi di negara-negara di mana aborsi dilarang keras oleh undang-undang Dari kenyataan ini kita patut mempertanyakan logika yang menyatakan bahwa bila layanan aborsi tidak ada maka orang tidak akan melakukan aborsi. Atau sebaliknya tersedianya layanan aborsi akan mendorong

 Dimensi Sosial Wanita dan Permasalahan
1. Status Sosial Wanita
Status adalah kedudukan seseorang dalam keluarga dan masyarakat. Status sosial wanita adalah kedudukan wanita yang akan mempengaruhi bagaimana wanita diperlakukan, dihargai dan kegiatan apa yang boleh dilakukan.
Wanita cenderung menjadi subordinat dari laki-laki, akibatnya status perempuan menjadi lebih rendah dari laki-laki. Faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut adalah:
1)status sosio-budaya,
2)ekonomi,
3) politik,
4) pendidikan,
5)kesehatan
Pola patriaki beranggapan bahwa posisi wanita sebagai mahkluk yang berbeda dibawah laki-laki, sehingga banyak perempuan sering mendapatkan perilaku yang tidak manusiawi dan tidak senonoh
Status sosial yang rendah tersebut dapat menimbulkan tindakan diskriminasi. Bentuk diskriminasi yang timbul:
·         Menginginkan anak laki-laki daripada perempuan
·         Tidak punya hak hukum dan kekuasaan
·         Terlalu banyak anak dan terlalu sering melahirkan
Usaha yang dapat dilakukan untuk memperbaiki status social diantaranya:
·         Memperbaiki derajat kesehatan
·         Bicarakan dengan pasangan hidup atau keluarga
·         Berusaha untuk memajukan kesehatan dan masa depan anak-anak
·         Berbagi informasi

Pendidikan Kesehatan Reproduksi

Jumlah remaja Indonesia telah mencapai angka 62 juta. Artinya, seperempat penduduk Indonesia adalah remaja, yaitu orang yang berada pada rentang usia antara 10-24 tahun. Jika 30% diantara mereka adalah siswa SMA, artinya dalam 7 tahun kedepan akan ada 20 juta manusia dewasa Indonesia yang idealnya berada pada usia dewasa dan produktif. Sehingga boleh dikatakan bahwa masa remaja merupakan masa yang cukup penting dalam pembentukan generasi dan kepemimpinan bangsa.
Masa remaja adalah masa yang menyenangkan, meski bukan berarti tanpa masalah. Banyak proses yang harus dilalui seseorang dimasa transisi kanak-kanak menjadi dewasa ini. Tantangan yang dihadapi orangtua dalam menangangi remaja pun akan semakin kompleks. Namun setidaknya, selalu ada jalan penyelesaiannya masalah untuk membentuk manusia-manusia kreatif dengan karakter yang kuat, salah satunya dengan pendidikan. Dalam esai ini saya akan mengutarakan pendapat mengenai permasalahan remaja dari segi kesehatan reproduksi dan pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak usia sekolah, khususnya sekolah menengah.
Seks dikalangan remaja kini sudah menjadi rahasia umum. Faktanya, 15% remaja Indonesia telah melakukan hubungan seks sebelum menikah (sumber lain menyatakan lebih dari 63%!). Kebanyakan dilakukan bersama pacar atau teman. Ada beragam alasan yang menjerumuskan remaja kedalam hubungan seks pranikah terutama wanita. Selain rasa penasaran atau suka sama suka, hal yang paling penting adalah kurangnya pemahaman remaja terhadap isu seksual. Remaja Indonesia masih minim mendapatkan pengetahuan tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi, karena untuk penyampaian informasi mengenai hal itu masih dianggap tabu. Selain itu, lebih dari 80% remaja wanita  merasa lebih nyaman membicarakan masalah seksual dengan teman. Sehingga tidak menutup kemungkinan informasi yang mereka terima masih simpang siur. Padahal jika mereka tahu resiko dari berhubungan seksual pranikah, angka-angka tersebut seharusnya bisa lebih ditekan.
Perilaku seksual pranikah dikalangan remaja tak sebatas berdampak pada kesehatan remaja itu sendiri, aspek lain juga ikut terlibat. Peran agama pun dipertanyakan, mengingat 88% warga Indonesia adalah muslim yang jelas-jelas mengharamkan hubungan pranikah (zina). Tingginya perilaku ini pun menandakan semakin terkikisnya moral dan nilai dikalangan remaja.
Ada begitu banyak resiko yang bisa timbul dari perilaku seksual remaja. Memang perasaan bersalah biasanya menghinggapi para pelaku, tetapi resiko kesehatan yang mereka terima jauh lebih besar bahayanya. Hal yang paling berbahaya adalah terkena penyakit menular seksual seperti sifilis (raja singa), gonorrhea, bahkan terinfeksi virus HIV. Hingga September 2005, terdapat 4186 kasus AIDS dan 4065 kasus HIV positif di Indonesia. Ironisnya, 46,19 % terjadi pada remaja usia 15-29 tahun dan 43,5% terinfeksi melalui hubungan seks yang tidak aman. Tak hanya resiko terinfeksi, resiko kehamilan pun menghantui pihak perempuan sehingga terjadi bisa memicu terjadinya kehamilan tidak diinginkan (KTD) yang berujung pada aborsi. Di Indonesia, setiap tahunnya terdapat sekitar 2,3 juta kasus aborsi, 20 % diantaranya adalah remaja, dan 900.000 pelaku memilih aborsi tidak aman yang bisa berakibat pada kematian. Meskipun dilakukan dengan aman, masih ada resiko kanker leher rahim yang cukup tinggi akibat melakukan hubungan seksual diusia dini.

Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja terutama pada wanita
Ada beragam pendapat mengenai pengadaan pendidikan kesehatan reproduksi ditingkat sekolah menengah. Ada yang pro dan ada juga yang kontra. Selama ini, informasi mengenai reproduksi hanya diperoleh pada mata pelajaran biologi dikelas XI IPA, sedangkan kelas IPS tidak ada kurikulum mengenai hal tersebut. Dikelas IPA pun sebatas pada penjabaran organ dan fungsi reproduksi. Jika guru masih menganggap seks tabu, informasi mengenai seksualitas dan resikonya umumnya urung disampaikan.
Adanya hubungan positif antara pendidikan kesehatan reproduksi remaja dengan perubahan perilaku remaja terkait dengan isu tersebut. Secara umum ada tiga institusi yang akan mempengaruhi pribadi dan tingkah laku seorang anak yaitu keluarga, masyarakat, dan sekolah. Tiga institusi ini tidak bisa dipisahkan satu-sama lainnya dalam mempengaruhi kepribadian maupun perilaku seseorang, termasuk dalam perilaku seksual. Namun seperti yang penulis utarakan sebelumnya, 80% remaja membicarakan masalah seksual dengan teman, sehingga untuk menghindari miskomunikasi informasi diperlukan cara yang lebih efektif agar informasi yang diterima benar. Informasi dari orangtua pun ternyata kurang membantu karena hanya 8% remaja yang merasa nyaman bicara masalah seks dengan orangtua, meskipun pola ini cenderung berubah dikota-kota besar. Dengan demikian, agar pemahaman remaja tentang seksualitas maupun reproduksi yang sehat itu benar, maka peran sekolah sangat penting dan strategis.
Proses pendidikan kesehatan reproduksi dan penyebaran HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya ini menjadi satu paket yang konklusif dalam upaya kita menanggulangi penyakit ini. Hal ini tidak bisa dilakukan secara parsial walaupun tiap negara memiliki kondisi yang berbeda-beda. Lebih lanjut ia menyatakan, model yang sukses dilakukan di berbagai negara di kawasan Asia-Pasifik bisa menjadi salah satu proyek pembelajaran dan disebarluaskan di antara negara-negara di kawasan itu.Umumnya di negara maju, para wanita diwajibkan untuk membawa kondom. Kondom menjadi kewajiban untuk mencegah penularan penyakit menular.



Hak Reproduksi Perempuan Bagian dari HAM

Hak reproduksi merupakan bagian dari hak asasi manusia. Masalah reproduksi berkaitan dengan tubuh dan peran perempuan dalam masyarakat. Perempuan mengalami penindasan dengan alasan fungsi reproduksinya. Dan, perempuan paling banyak mengalami persoalan kesehatan reproduksi mereka.

Reproduksi memiliki dua rumusan persoalan, yaitu reproduksi biologis dan sosial. Reproduksi biologis berkaitan dengan fungsi seksualitas tubuh perempuan untuk melahirkan anak atau melakukan regenerasi. Untuk melahirkan anak, perempuan melakukan hubungan seksual dengan laki-laki sebagai bagian dari proses reproduksi biologis. Reproduksi sosial adalah fungsi seksualitas tubuh perempuan yang berhubungan dengan peran sosial (Mariana Amiruddin, Kesehatan dan Hak Reproduksi Perempuan, Yayasan Jurnal Perempuan dan The Japan Foundation, 2003).

Berkaitan dengan reproduksi sosial ini perempuan banyak terabaikan. Dengan pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki, akhirnya menempatkan perempuan di wilayah domestik. Kemudian terjadi ketertindasan perempuan dalam menentukan hak reproduksi biologisnya. Hak reproduksi biologis perempuan sering dianggap sebagai hak politik laki-laki sehingga perempuan tidak berhak untuk mengendalikan tubuhnya sendiri. Artinya, perempuan tidak memiliki hak untuk hamil, membatasi kehamilan, menentukan alat kontrasepsi apa yang cocok dalam membatasi kehamilan, melakukan hubungan seksual, melakukan aborsi hingga menolak penyunatan perempuan (genital mutilation). Sesungguhnya, hak reproduksi berarti hal yang sangat “personal” bagi perempuan, karena bagian dari tubuhnyalah yang menjadi pokok persoalan untuk dibahas.

Hak reproduksi perempuan baik biologis maupun sosial, dipandang sebagai hak prerogatif negara. Untuk menjawabnya, Konferensi Kependudukan Dunia tahun 1994 di Kairo mengeluarkan konsensus Internasional yang menyatakan bahwa tiap negara wajib memperhatikan masalah reproduksi perempuan dengan memberinya posisi tawar untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi. Konvensi tersebut membuat dua definisi mengenai kesehatan reproduksi yaitu:
1. Keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi-fungsi dan prosesnya.
2. Kemampuan orang untuk memperoleh kehidupan seks yang memuaskan dan aman, bereproduksi dan bebas untuk memutuskan kapan dan seberapa sering mereka akan memperoleh anak.

Kesehatan Reproduksi Perempuan Terabaikan

Pembahasan ataupun wacana mengenai kesehatan reproduksi sendiri masih jarang diketemukan apalagi menyangkut hak reproduksi perempuan. Yang sering diperbincangkan adalah sebatas hak reproduksi berkaitan dengan pembatasan kehamilan seorang ibu dan alat kontrasepsi yang akan dipakai. Namun, hak reproduksi sebagai keutuhan hak perempuan sendiri jarang dibicarakan.

Hak reproduksi perempuan berdasarkan hasil kesimpulan Konferensi International tentang Populasi dan Pembangunan (ICPD) PBB di Kairo tahun 1994 dan Konferensi ke-4 tentang Perempuan (FWCW) di Beijing tahun 1995, terdapat beberapa penjelasan mengenai hak reproduksi, yakni:
1. Hak untuk hidup, bebas dan rasa aman
2. Hak untuk bebas dari diskriminasi berdasarkan gender (pembedaan peran dan posisi perempuan berdasarkan rekonstruksi sosial)
3. Hak atas kesehatan, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana
4. Hak untuk mengubah adat-kebiasaan diskriminatif terhadap perempuan
5. Hak untuk menikah dan memulai kehidupan berkeluarga
6. Hak untuk memutuskan jumlah anak
dan rentang waktu antar kelahiran
7. Hak untuk tidak menjadi korban penyiksaan atau perlakuan lainnya yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan
8. Hak untuk bebas dari kekerasan dan eksploitasi seksual
9. Hak untuk menikmati perkembangan sains dan melakukan eksperimentasi (Vicki J Semler, Hak-hak Asasi Perempuan: Sebuah Panduan Konvensi-konvensi Utama PBB tentang Hak Asasi Perempuan, Yayasan Jurnal Perempuan, 2001)

Ketika kalangan feminis memperjuangkan isu tersebut, sebagai bagian dari hak perempuan, maka tampak bahwa telah terjadi beberapa pelanggaran atas hak itu. Misalnya, penggunaan alat-alat kontrasepsi yang tidak sesuai dengan kondisi para ibu atau resiko dalam melakukan aborsi yang tidak aman. Salah satu isu besar berkaitan dengan hak kesehatan reproduksi, yaitu penggunaan alat kontrasepsi yang dilakukan dengan cara pemaksaan oleh pemerintah. Hal demikian terjadi pada 1970-an dengan alasan pengendalian pertumbuhan penduduk (Komnas Perempuan, Peta Kekerasan: Pengalaman Perempuan Indonesia, Oktober 2002).

Pentingnya Pendidikan Seks

Ketika kita berbicara mengenai hak reproduksi, tentu itu akan terkait dengan masalah pendidikan seks. Di dalam sistem pendidikan kita, pendidikan seks bukanlah pendidikan yang penting dibandingkan dengan pendidikan lainnya. Para petinggi negara melihat bahwa pendidikan seks tidak perlu diformalkan dalam sistem pendidikan di sekolah, terutama ketika para siswa dalam masa pertumbuhannya atau saat fungsi alat reproduksinya mulai berkembang. Namun, akhirnya, para siswa mencari tahu sendiri mengenai pelajaran seks yang informasinya kerap menyesatkan mereka.

Dalam ketidaktahuan tersebut, lebih baik bila pengetahuan mengenai seks diinformasikan dengan jelas dan benar agar tidak terjadi kesalahpahaman tentang fungsi alat reproduksi, hak kesehatan reproduksi, manfaat dan kerugian penggunaan hak reproduksi dan alat reproduksi. Sistem pendidikan itu sebenarnya juga diberlakukan di negara-negara lain, terutama negara yang dianggap masih menjunjung adat timur, seperti di Cina. Maraknya situs porno belakangan ini telah meresahkan keluarga apalagi pihak yang paling banyak menikmatinya adalah kalangan remaja. Lalu pemerintah melakukan tindakan dengan memberantas situs porno bersangkuta. Tapi, perlu dicermati bahwa situs porno lahir dari keingintahuan kalangan remaja akan seksualitasnya. Ketika mereka menyadari seksualitas dirinya, saat itulah pencarian untuk mengetahui lebih mendalam yang berkenaan dengan seksualitas itu dilakukan. Bila pemerintah menyadari hal ini, seharusnya ia mampu menyediakan sebuah ruang dalam sistem pendidikan nasional untuk pendidikan seks di sekolah-sekolah di Indonesia.

Data Kantor Statistik Cina menunjukkan bahwa 92,5
% pelajar sulit menemukan sendiri pemecahan masalah yang berhubungan dengan seksualitasnya. Hanya 2,6 persen yang memperoleh informasi tentang itu dari orangtua mereka, meskipun belum tentu benar (Kompas, Jum’at 13 Agustus 2004 hal 19.).

Pembicaraan mengenai seks merupakan hal yang tabu. Pelajaran seks dianggap tidak perlu. Perilaku "seks bebas" pun berkembang (berganti-ganti pasangan; melakukan hubungan dengan pasangannya tidak dalam ikatan pernikahan dan melakukan hubungan seksual tanpa pengaman). Keingintahuan dan kepuasan akan seks tersalurkan dengan “seks bebas” tanpa siap menerima konsekuensinya. Seks merupakan kebutuhan primitif bagi manusia dan pengendaliannya perlu agar tidak merugikan kehidupan manusia itu sendiri. Pengenalan mengenai seks sangat diperlukan. Dengan memperkenalkan hak reproduksi dan alat reproduksi kepada siswa melalui wacana seks.

Seks bebas masih dianggap melanggar kesusilaan, budaya dan agama dalam masyarakat di Indonesia. Namun, kita tidak bisa menutup mata begitu saja bahwa banyak kalangan muda yang mempraktekkan seks bebas dengan berbagai alasan yang melatarbelakangi mereka melakukannya. Kita melihat apa yang sebenarnya mempengaruhi perilaku mereka sehingga mereka melakukan seks bebas. Tapi, itu bukanlah pemecah masalah. Malah sering hal itu menjadi pembenaran atas pengaruh-pengaruh yang mendorong mereka melakukan seks bebas bahkan menyudutkan mereka karena telah terpengaruh.

Baiknya kita melihat perilaku seks bebas dengan konteks sebagai konsep seks yang dimiliki tiap individu yang otonom. Artinya, tidak dipengaruhi oleh yang lain. Yang kemudian kita lakukan adalah tidak mengadili atau menghakimi perbuatan mereka, ttetapi melihat dengan bijaksana apa yang melatarbelakangi perbuatan itu. Bukan seks bebas yang harusnya diperdebatkan, melainkan justru kesadaran akan kesehatan reproduksi dan hak reproduksi yang dimiliki perempuan yang ingin melakukan hubungan seksual secara bebas itu yang penting dipahami.

Selama ini hak kontrol perempuan atas tubuhnya sendiri belum banyak dilakukan, karena peran dan posisi mereka yang dibedakan oleh masyarakat. Ketika wacana gender masuk dengan mengeritisi konsep pembedaan perlakuan perempuan dan laki-laki berdasarkan; perempuan di Indonesia paham atas pilihan-pilihannya termasuk hak reproduksinya
. Hal itu hanya dapat diketahui melalui penelitian kuantitatif dan kualitatif. Namun, yang dapat kita lakukan saat ini ialah tetap menyosialisasi hak-hak perempuan yang terkait dengan konsep gender sehingga penyadaran atas posisi dan peran mereka dalam memutuskan hak reproduktifnya terbangun secara perlahan-lahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar